Kemuliaan Ummul Mukminin Khadijah Al Kubra r.a


Siapakah di antara kita yang mampu memenuhi hak Ummul Mukminin ini atau sebagian kecil saja diantaranya? Tidak ada. Dialah Khadijah yang tumbuh dewasa dengan akhlak yang mulia. Ia memiliki sifat selalu menjaga kehormatan, kemuliaan, dan kesempurnaan sehingga di kalangan wanita-wanita Makkah saat itu popular dengan julukan At Tahirah (wanita yang suci). Ia adalah seorang ibu suci yang mendapatkan gelar harum semerbak di masa noda-noda jahiliyah sedang merajalela dan nilai-nilai kaum wanita dilecehkan.

Ia dilahirkan di Ummul Qurra tahun 68 sebelum Hijrah, bertepatan dengan 15 tahun sebelum terjadinya tahun gajah atau bertepatan pula dengan tahun 556 Masehi. Ibunya adalah Fatimah binti Zaidah bin Asham, seorang wanita Quraisy dari Bani Amir bin Lu`ay dan bapaknya bernama Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza, salah seorang tokoh Quraisy yang meninggal pada masa terjadinya perang Fujjar. Semula Khadijah adalah istri dari Abu Halah bin Zurarah At Tamimi. Ketika suaminya meninggal, ia dinikahi oleh Atiq bin Abid Al Mahzumi, lalu dinikahi oleh yang mulia Rasulullah SAW.

Saat Khadijah membina rumah tangga dengan Rasulullah Muhammad SAW bintangnya mulai terang, keutamaanya semakin jelas, dan ia menjadi pemimpin seluruh wanita Makkah, bahkan melampaui seluruh wanita dunia di manapun. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda “Cukuplah bagimu dari wanita dunia : Maryam bin Imran, Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad dan Asiyah isteri Fir`aun (Asiyah binti Muzahim).”

Khadijah merupakan teladan yang indah bagi kaum wanita Makkah baik dalam hal kedudukan, kemuliaan  maupun harta kekayaan. Ia memiliki perniagaan yang luas dan para pekerja yang terdiri dari orang-orang yang jujur dalam membawa barang dagangannya. Ia memberikan kepada mereka upah yang telah disepakati. Dalam masa itulah Khadijah mulai mengenal seorang pemuda yang terpercaya, Muhammad bin Abdullah, yang nasabnya bertemu dengannya pada Qusay bin Kilab. Untuk hal ini Imam Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani berkomentar tentang pribadi Khadijah “Ia adalah istri Nabi SAW yang paling dekat nasabnya dengan beliau”.

Khadijah dikenal sebagai seorang wanita yang memiliki pandangan tajam dan firasat yang benar. Ia mendengar dan menyaksikan langsung informasi yang harum semerbak tentang Muhammad bin Abdullah dari pagi hingga sore hari. Akhlak Muhammad SAW dan sifat-sifatnya yang indah telah mengharumkan dunia serta memikat daya tarik. Maka Khadijah ingin agar Muhammad bin Abdullah SAW membawa barang dagangannya. Khadijah mengirim seorang pelayannya kepada beliau SAW dengan menitipkan pesan “Sesungguhnya yang mendorongku untuk mengirim pelayan kepadamu adalah karena ada berita yang telah sampai kepadaku tentang kejujuran ucapanmu, besarnya amanatmu dan kemuliaan akhlakmu, maka saya akan memberikan kepadamu upah dua kali lipat dari yang biasa aku berikan kepada orang lain”. Rasulullah SAW menerima tawaran tersebut. Saat Abu Thalib mendengar upah yang demikian itu, ia mengatakan kepada beliau SAW “Ini adalah rezeki yang Allah kirim kepadamu”.

Abu Ja`far Ath Thabari, Ibnu Katsir dan Ibnu Sayidin Nas meriwayatkan dari Ma`mar dari Imam Syihab Az Zuhri, ia berkata “ Tatkala beliau SAW tumbuh dewasa dan mencapai usia baligh, namun tidak memiliki harta yang cukup, Khadijah mengupahnya untuk menjualkan barang dagangannya ke pasar Khubasyah, sebuah pasar di daerah Tihamah. Ada seorang laki-laki Quraisy yang lain yang juga membawa barang dagangan Khadijah bersama beliau SAW. Beliau SAW mengisahkan tentang Khadijah ini “Saya tidak pernah melihat seorang wanita pemilik modal yang lebih baik dari Khadijah. Setiap kali saya dan kawan saya pulang dari berdagang, kami selalu mendapati senampan makanan yang telah ia siapkan untuk kami”

Khadijah mulai merasakan kejujuran dan kemuliaan akhlak Muhammad SAW. Maka ia pun semakin memperbanyak jumlah upah untuk beliau SAW. Ketika beliau SAW mencapai usia 25 tahun, beliau dipercaya membawa barang dagangan Khadijah ke Syam bersama seorang pembantu Khadijah yang bernama Maisarah. Di Syam, beliau SAW menjual barang-barang Khadijah dan sebagai gantinya membeli barang-barang yang akan dibawa ke Mekkah. Beliau SAW meraih keuntungan yang berlipat dari keuntungan Khadijah yang sebelumnya. Beliau SAW kemudian kembali ke Mekkah dan menyerahkan seluruh harta dan keuntungan tersebut kepada Khadijah dengan sikap amanah yang sempurna. Allah SAW telah menjaga beliau SAW dalam perlindunganNya, sehingga selain mempunyai kebaikan yang banyak, perjalanan ke Syam ini mempunyai pengaruh yang penuh berkah bagi kehidupan beliau SAW sendiri.

Setelah sampai di Mekkah, Maisarah mulai menceritakan kemuliaan akhlak, kebaikan pergaulan dan kebesaran amanah Muhammad SAW yang ia saksikan sendiri. Bahkan ia juga menceritakan beberapa tanda kenabian yang ia rasakan dan lihat langsung dengan kedua matanya. Banyak sekali sifat-sifat beliau SAW yang ia lihat selama dalam perjalanan. Ia menceritakan kesaksiannya kepada Khadijah dengan jujur. Khadijah sendiri amat senang dengan sifat amanah dan kejujuran beliau SAW juga berkah dan laba perdagangan yang diperolehnya. Allah SWT telah menetapkan kemuliaan serta memberikan kebaikan pada diri Khadijah dengan menumbuhkan dalam jiwanya sebuah keinginan mulia yang penuh berkah yang akan menjadikannya sebagai seorang yang meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Perlu kita ketahui bahwa para tokoh dan pemimpin di Mekkah sangat berhasrat untuk menikahi Khadijah, namun ia menolak pinangan mereka. Ia justru mendapatkan apa yang selama ini ia inginkan dan cita-citakan dalam diri Muhammad SAW. Ia pun menceritakan isi hatinya kepada seorang sahabatnya, Nufaisah binti Munayah.

Nufaisah pun segera bergegas menemui Muhammad SAW dan berbicara kepada beliau SAW agar menikahi Khadijah, katanya “Apa yang menghalangimu untuk menikah hai Muhammad ?” beliau SAW menjawab “Saya tidak mempunyai harta untuk menikah”
“Jika engkau ditanggung dan diajak untuk menikahi seorang wanita yang cantik, berharta, mulia dan sebanding, maukah engkau memenuhinya ?” Tanya Nufaisah.
“Siapa dia ?” Tanya beliau SAW
“Khadijah” jawab Nufaisah.
“Bagaimana mungkin?” kata beliau SAW
“Saya yang menjamin” jelas Nufaisah
“Kalau begitu saya terima” jawab beliau SAW

Nufaisah kembali menemui Khadijah dengan membawa berita keberhasilannya dalam menunaikan tugasnya. Ia menyebutkan kesediaan Muhammad untuk menikahi Khadijah. Kemudian Khadijah segera mengutus seorang pembantunya untuk menemui pamannya yang bernama Amru bin Asad untuk hadir menjadi wali nikahnya. Setelah itu beliau SAW bersama keluarga besar Abdul Muthalib datang ke rumah Khadijah. Rombongan ini dipimpin oleh paman beliau sendiri, Hamzah dan Abu Thalib. Mereka disambut oleh paman Khadijah dan juga sepupunya yaitu Waraqah bin Nufail. Abu Thalib berdiri dan menyampaikan sebuah khutbah yang indah yang beberapa bagian kalimatnya adalah sebagai berikut “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita keturunan Ibrahim dan benih Ismail , menjadikan kita para pemelihara rumahNya dan pengurus Al Haram, menjadikan untuk kita sebuah rumah terlindungi yaitu Al Haram yang penuh rasa aman. Sesungguhnya keponakan saya ini, Muhammad bin Abdullah, tidaklah kemuliaan, kecerdikan dan keutamaannya dibandingkan dengan lelaki Quraisy manapun kecuali ia lebih unggul. Muhammad sudah kalian ketahui kekerabatannya. Ia mempunyai keinginan untuk menikahi Khadijah binti Khuwailid dan Khadijah pun memiliki keinginan yang sama. Ada pun mahar yang kalian inginkan menjadi tanggungan saya.”
Paman Khadijah, Amru bin Asad yang saat itu sudah memasuki usia senja menerima lamaran Abu Thalib dan mengatakan “ Muhammad adalah laki-laki mulia yang tak mungkin di tolak”
Dan sebagai mas kawin, Muhammad menghadiahkan 100 ekor unta kepada siti Khadijah (ada pula yang menyebutkan “hanya” 20 ekor unta merah) atau senilai dengan 33 Miliar Rupiah (6,6 Miliar untuk versi 20 ekor unta).
Beliau SAW mengadakan pesta pernikahan dengan menyembelih unta dan memberi makan para tamu. Al Bushairi telah menggubah sebuah syair tentang hal ini :
“Khadijah melihat ketaqwaan, kezuhudan, dan rasa malu adalah perangai Muhammad. Telah sampai berita kepadanya bahwa awan dan pohon besar menaunginya. Berita bahwa akan ada seorang utusan Allah akan dibangkitkan, telah tiba masanya. Ia pun tergugah untuk menikah dengannya. Alangkah bagusnya kala orang cerdik menggapai citanya”
Saat itu Khadijah berusia 40 tahun, usia kesempurnaan seorang ibu, sedangkan Muhammad SAW adalah seorang pemuda yang berusia 25 tahun. Dalam pernikahan yang diberkahi ini Khadijah adalah seorang istri yang penyayang dan seorang ibu yang lembut. Pernikahan ini adalah pernikahan yang bahagia dan dipenuhi keberkahan. Muhammad SAW adalah sebaik-baik suami sedangkan Khadijah adalah sebaik-baik istri. Keduanya menjalani kehidupan rumah tangga dengan penuh ketenangan dan kecintaan. Khadijah telah menjadi teladan yang indah dalam hal keshalehan dan kedermawanan. Ketika ia merasakan bahwa suaminya sangat mencintai budaknya, Zaid bin Haritsah, ia pun menghadiahkan Zaid kepada suaminya. Maka bertambah tinggilah kedudukannya dalam hati suaminya.
Ketika beliau SAW mengasuh sepupunya, Ali bin Abi Thalib r.a mendapati Khadijah sebagai seorang ibu yang penyayang dan pemelihara yang sempurna. Allah menyempurnakan suami istri ini dengan beberapa anak : Qosim, dengannya beliau SAW dipanggil Abu Qosim, Zaenab, Ruqoyah, Fatimah dan Ummu Kultsum. Semuanya dilahirkan sebelum beliau SAW diangkat menjadi Nabi. Setelah beliau SAW diangkat menjadi Nabi, Khadijah melahirkan Abdullah yang juga dijuluki At Thayyib dan At Thahir. Jarak antara masing-masing anak hanya selang dua tahun, dan Khadijah sendiri yang menyusui mereka.
Ibnu Abbas r.a menyebutkan putera-putera Rasulullah Muhammad SAW dari Khadijah. Ia berkata “Khadijah melahirkan untuk Muhammad SAW dua orang anak laki-laki dan empat orang anak perempuan yaitu, Qosim, Abdullah, Fatimah, Ummu Kultsum, Zaenab dan Ruqoyah. Adapun putera beliau SAW yang bernama Ibrahim dilahirkan oleh Mariyah Al Qibtiyah. Seluruh putera beliau SAW meninggal saat masih kecil. Adapun puteri-puteri beliau SAW yang mendapati masa kenabian, mereka masuk islam dan ikut serta berhijrah”
Muhammad SAW di tengah kaumnya terkenal dengan akhlaknya yang mulia sehingga beliau melampaui mereka semuanya. Mereka memberinya gelar Al Amin,karena sifat-sifat kesalehannya yang diridhoi oleh semua pihak. Khadijah mengumpulkan akhlak beliau SAW dengan mengatakan “ Sesungguhnya engkau menyambung tali kekerabatan, menanggung orang yang kesusahan, menyantuni orang yang kekurangan, menjamu tamu dan membantu orang-orang yang kesulitan dengan menunaikan hak-haknya”
Penduduk Mekkah telah begitu mengenal sifat-sifat Rasulullah SAW. Mereka ridhai setiap kali terjadi perselisihan di antara mereka dengan keputusan Rasulullah Muhammad SAW. Namun beliau SAW sendiri mengingkari kesesatan dan penyembahan berhala yang mereka lakukan. Tatkala usia Rasulullah Muhammad SAW menjelang 40 tahun, beliau SAW senang menyendiri di gua Hira, sebuah gua di dekat kota Mekkah. Mempergunakan waktunya untuk beribadah dan memikirkan alam serta penciptanya. Beliau SAW menginap beberapa malam di gua Hira.
Bila pagi telah tiba dan Khadijah tidak mendapatkan suaminya di sisi pembaringan, ia pun mengetahui bahwa suaminya sedang menyendiri di gua Hira. Tak pernah Khadijah menanyakan suatu hal pun kepada suaminya, karena ia adalah seorang yang cerdik dan tahu persis kondisi suaminya ini. Cahaya kenabian pertama kali muncul dalam bentuk mimpi-mimpi yang benar. Mimpi-mimpi itu setiap kali muncul kepada beliau SAW berupa cahaya pagi yang merekah, suatu hal yang menimbulkan rasa takut dalam diri beliau SAW. Rasulullah SAW menceritakan kekhawatirannya kepada istrinya yang cerdik ini “Tatkala aku sedang menyendiri aku mendengar seruan. Demi Allah, saya khawatir akan terjadi sesuatu”
Khadijah menenangkan Rasulullah SAW dengan berkata “ Kita berlindung kepada Allah,  Allah tidak akan menimpakan itu kepadamu. Demi Allah, engkau senantiasa menunaikan amanat, menyambung tali kekerabatan dan berkata jujur”
Ucapan Khadijah ini merupakan sebuah bentuk firasat ilham yang mendinginkan dan menenangkan Rasulullah SAW. Perlahan-lahan ketakutan yang beliau SAW rasakan berkurang. Sesungguhnya kalimat-kalimat Khadijah ini muncul dari pengetahuannya tentang akhlak beliau SAW selama masa berdagang dan dalam seluruh aspek kehidupannya. Belum lagi dengan berita baik tentang diri suaminya yang beredar di tengah masyarakat.


Sumber : Kisah Islami







Tidak ada komentar: