Kehidupan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam setelah beliau dimuliakan
oleh Allah dengan nubuwwah dan risalah terbagi menjadi dua periode yang
masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri secara total, yaitu:
PERIODE MEKKAH : berlangsung selama lebih kurang 13 tahun
PERIODE MADINAH : berlangsung selama 10 tahun penuh
Dan masing-masing periode mengalami beberapa tahapan sedangkan masing-masing
tahapan memiliki karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang
lainnya. Hal itu akan tampak jelas setelah kita melakukan penelitian secara
seksama dan detail terhadap kondisi yang dilalui oleh dakwah dalam kedua
periode tersebut.
Periode Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan:
- Tahapan Dakwah sirriyyah (sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga
tahun.
- Tahapan Dakwah secara terang-terangan kepada penduduk Mekkah; dari
permulaan tahun ke-empat kenabian hingga hijrah Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam ke Madinah.
- Tahapan Dakwah di luar Mekkah dan penyebarannya di kalangan penduduknya;
dari penghujung tahun ke-sepuluh kenabian-dimana juga mencakup Periode Madinah-
dan berlangsung hingga akhir hayat Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam.
Adapun mengenai tahapan-tahapan Periode Madinah maka rincian pembahasannya akan
diketengahkan pada tempatnya nanti.
DIBAWAH NAUNGAN KENABIAN DAN KERASULAN
Di Gua Hira'
Setelah melalui perenungan yang lama dan telah terjadi jurang pemisah antara
pemikiran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan kaumnya, beliau nampak
lebih menggandrungi untuk mengasingkan diri. Hal ini terjadi tatkala beliau
menginjak usia 40 tahun; beliau membawa roti dari gandum dan bekal air ke gua
Hira' yang terletak di jabal an-Nur , yaitu sejauh hampir 2 mil dari Mekkah.
Gua ini merupakan gua yang indah, panjangnya 4 hasta, lebarnya 1,75 hasta
dengan ukuran zira' al-Hadid (hasta ukuran besi). Di dalam gua tersebut, beliau
berpuasa bulan Ramadhan, memberi makan orang-orang miskin yang mengunjunginya.
Beliau menghabiskan waktunya dalam beribadah dan berfikir mengenai pemandangan
alam di sekitarnya dan adanya kekuasaan dalam menciptakan dibalik itu. Kaumnya
yang masih menganut 'aqidah yang amburadul dan cara pandang yang rapuh
membuatnya tidak tenang akan tetapi beliau tidak memiliki jalan yang jelas, manhaj
yang terprogram serta cara yang terarah yang membuatnya tenang dan setuju
dengannya.
Pilihan mengasingkan diri ('uzlah) yang diambil oleh beliau Shallallahu 'alaihi
wasallam ini merupakan bagian dari tadbir (aturan) Allah terhadapnya. Juga,
agar terputusnya hubungannya dengan kesibukan-kesibukan di muka bumi, gemerlap
hidup dan nestapa-nestapa kecil yang mengusik kehidupan manusia menjadi noktah
perubahan dalam mempersiapkan diri menghadapi urusan besar yang sudah
menantinya sehingga siap mengemban amanah kubro, merubah wajah bumi dan
meluruskan garis sejarah. 'Uzlah yang sudah ditadbir oleh Allah ini terjadi
tiga tahun sebelum beliau ditaklif dengan risalah. Beliau mengambil jalan
'uzlah ini selama sebulan dengan semangat wujud yang bebas dan mentaburi
kehidupan ghaib yang tersembunyi dibalik wujud tersebut hingga tiba waktunya
untuk berinteraksi dengan kehidupan ghaib ini saat Allah
memperkenankannya.
Jibril 'alaihissalam turun membawa wahyu
Tatkala usia beliau mencapai genap empat puluh tahun - yaitu usia yang
melambangkan kematangan, dan ada riwayat yang menyatakan bahwa diusia inilah
para Rasul diutus. Tanda-tanda nubuwwah (kenabian) sudah tampak dan mengemuka,
diantaranya; adanya sebuah batu di Mekkah yang mengucapkan salam kepada beliau,
terjadinya ar-Ru'ya ash-Shadiqah (mimpi yang benar) yang datang berupa fajar
subuh yang menyingsing. Hal ini berlangsung hingga enam bulan (masa kenabian
berlangsung selama dua puluh tiga tahun) dan ar-Ru'ya ash-Shadiqah ini
merupakan bagian dari empat puluh enam tanda kenabian. Ketika memasuki tahun
ketiga dari pengasingan dirinya ('uzlah) di gua Hira', tepatnya di bulan
Ramadhan, Allah menghendaki rahmatNya dilimpahkan kepada penduduk bumi dengan
memberikan kemuliaan kepada beliau, berupa pengangkatan sebagai Nabi dan
menurunkan Jibril kepadanya dengan membawa beberapa ayat al-Qur'an.
Setelah melalui pengamatan dan perenungan terhadap beberapa bukti-bukti dan
tanda-tanda akurat, kami dapat menentukan persisnya pengangkatan tersebut,
yaitu hari Senin, tanggal 21 malam bulan Ramadhan dan bertepatan dengan tanggal
10 Agustus tahun 610 M. Tepatnya usia beliau saat itu empat puluh tahun enam
bulan dua belas hari menurut penanggalan qamariyyah (berdasarkan peredaran
bulan; hijriyyah) dan sekitar tiga puluh sembilan tahun tiga bulan dua puluh
hari; ini menurut penanggalan syamsiyyah (berdasarkan peredaran matahari;
masehi).
Mari kita dengar sendiri 'Aisyah ash-Shiddiqah radhiallâhu 'anha menuturkan
kisahnya kepada kita mengenai peristiwa yang merupakan noktah permulaan
nubuwwah tersebut dan yang mulai membuka tabir-tabir gelapnya kekufuran dan
kesesatan sehingga dapat mengubah alur kehidupan dan meluruskan garis sejarah;
'Aisyah radhiallâhu 'anha berkata: "Wahyu yang mula pertama dialami oleh
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam adalah berupa ar-Ru'ya ash-Shalihah
(mimpi yang benar) dalam tidur dan ar-Ru'ya itu hanya berbentuk fajar shubuh
yang menyingsing, kemudian beliau lebih menyenangi penyendirian dan
melakukannya di gua Hira'; beribadah di dalamnya beberapa malam sebelum dia
kembali ke rumah keluarganya. Dalam melakukan itu, beliau mengambil bekal
kemudian kembali ke Khadijah mengambil perbekalan yang sama hingga datang
kebenaran kepadanya; yaitu saat beliau berada di gua Hira' tersebut, seorang
malaikat datang menghampiri sembari berkata: "bacalah!", lalu aku
menjawab (ini adalah jawaban Rasulullah sendiri yang sepertinya oleh pengarang
buku ini dinukil langsung dari naskah asli haditsnya-red): "aku tidak bisa
membaca!". Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bertutur lagi:
"kemudian dia memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan bertenaga,
lalu setelah itu melepaskanku sembari berkata: "bacalah!". Aku tetap
menjawab: "aku tidak bisa membaca!". Lalu dia untuk kedua kalinya,
memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan bertenaga kemudian melepaskanku
seraya berkata lagi: "bacalah!". Lalu aku tetap menjawab: "aku
tidak bisa membaca!". Kemudian dia melakukan hal yang sama untuk ketiga
kalinya, sembari berkata: "bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu Yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Rabb-mu lah Yang Paling Pemurah". (Q.S. al-'Alaq: 1-3).
Rasulullah pulang
dengan merekam bacaan tersebut dalam kondisi hati yang bergetar, dan menemui
Khadijah binti Khuwailid sembari berucap: "selimuti aku! Selimuti
aku!". Beliau pun diselimuti hingga rasa ketakutannya hilang. Beliau
bertanya kepada Khadijah: "apa yang terjadi terhadapku ini?". Lantas
beliau menceritakan pengalamannya, dan berkata: "aku amat khawatir
terhadap diriku!". Khadijah berkata: "sekali-kali tidak akan! Demi
Allah! Dia Ta'ala tidak akan menghinakanmu selamanya! Sungguh engkau adalah
penyambung tali rahim, pemikul beban orang lain yang mendapatkan kesusahan,
pemberi orang yang papa, penjamu tamu serta penolong setiap upaya menegakkan
kebenaran". Kemudian Khadijah berangkat bersama beliau untuk menemui
Waraqah bin Naufal bin Asad bin 'Abdul 'Uzza, anak paman Khadijah (sepupunya).
Dia (anak pamannya tersebut) adalah seorang yang menganut agama Nashrani pada masa
Jahiliyyah, dia bisa menulis dengan tulisan 'Ibrani dan sempat menulis dari
injil beberapa tulisan yang mampu ia tulis –sebanyak apa yang dikehendaki oleh
Allah- dengan tulisan 'Ibrani. Dia juga, seorang yang sudah tua renta dan buta;
ketika itu Khadijah berkata kepadanya: "wahai anak pamanku! Dengarkanlah
(cerita) dari anak saudaramu!". Waraqah berkata: "wahai anak
laki-laki saudara (laki-laki)-ku! Apa yang engkau lihat?". Lalu Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wasallam membeberkan pengalaman yang sudah dilihatnya.
Waraqah berkata kepadanya: "sesungguhnya inilah sebagaimana ajaran yang
diturunkan kepada Nabi Musa! Andai saja aku masih bugar dan muda ketika itu
nanti! Andai saja aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu!".
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya: "benarkah
mereka akan mengusirku?". Dia menjawab: "ya! Tidak seorangpun yang
membawa seperti yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi, dan jika aku masih
hidup pada saat itu niscaya aku akan membantumu dengan sekuat tenaga".
Kemudian tak berapa lama dari itu Waraqah meninggal dunia dan wahyu pun
terputus (mengalami masa stagnan).
Masa Stagnan Turunnya Wahyu
Mengenai hal ini, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad dari Ibnu Abbas yang
intinya menyatakan bahwa masa stagnan itu berlangsung selama beberapa hari;
pendapat inilah yang rajih/kuat bahkan setelah melalui penelitian dari segala
aspeknya secara terfokus harus menjadi acuan. Adapun riwayat yang berkembang
bahwa hal itu berlangsung selama tiga tahun atau dua tahun setengah tidaklah
shahih sama sekali, namun disini bukan pada tempatnya untuk membantah hal itu
secara detail.
Pada masa stagnan tersebut, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dirundung
kesedihan yang mendalam yang diselimuti oleh rasa kebingungan dan panik.
Dalam kitab "at-Ta'bir" , Imam Bukhari meriwayatkan naskah sebagai
berikut: "menurut berita yang sampai kepada kami, wahyupun mengalami
stagnan hingga membuat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sedih dan berkali-kali
berlarian agar dia dapat terjerembab ke ujung jurang-jurang gunung, namun
setiap beliau mencapai puncak gunung untuk mencampakkan dirinya, malaikat
Jibril menampakkan wujudnya sembari berkata: "wahai Muhammad! Sesungguhnya
engkau sebenar-benar utusan Allah!". Spirit ini dapat menenangkan dan memantapkan
kembali jiwa beliau. Lalu pulanglah beliau ke rumah, namun manakala masa
stagnan itu masih terus berlanjut beliaupun mengulangi tindakan sebagaimana
sebelumnya; dan ketika dia mencapai puncak gunung, malaikat Jibril menampakkan
wujudnya dan berkata kepadanya seperti sebelumnya (memberi spirit kepada
beliau-red)".
Jibril 'alaihissalam Turun Kembali Membawa Wahyu
Ibnu Hajar berkata: "Masa stagnan itu sungguh telah menghilangkan
ketakutan yang telah dialami oleh beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dan
membuatnya bersemangat untuk kembali mengalaminya. Dan ketika hal ini benar
terjadi dan beliau mulai menanti-nanti datangnya wahyu, maka datanglah malaikat
Jibril 'alaihissalam untuk kedua kalinya".
Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir
bin 'Abdullah bahwasanya dia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
menceritakan tentang masa stagnan itu, beliau bercerita: "Ketika aku
tengah berjalan-jalan, tiba-tiba aku mendengar suara yang berasal dari langit,
lalu aku mendongakkan pandangan ke arah langit, ternyata malaikat yang dulu
mendatangiku ketika di gua Hira' duduk diatas kursi antara langit dan bumi.
Melihat hal itu aku terkejut hingga aku tersungkur ke bumi. Kemudian aku
mendatangi keluargaku sembari berkata: 'selimutilah aku! Selimutilah aku!'.
Lantas mereka menyelimutiku, baru kemudian Allah menurunkah surat
al-Muddatstsir; yaitu dari firmanNya; yaa ayyuhal muddatstsir….hingga firmanNya:
…fahjur'. (Q.S. al-Muddatstsir: 1-5).
Setelah itu wahyu tetap terjaga dan
datang secara teratur". Dalam hadits yang shahih: " Aku tinggal di
dekat gua Hira' selama sebulan; tatkala aku sudah selesai melakukan itu, maka
aku turun gunung. Dan ketika aku sampai ke sebuah lembah dan aku dipanggil oleh
seseorang…". Kemudian (teks hadits selanjutnya-red) beliau Shallallahu
'alaihi wasallam menyebutkan (cerita) sebagaimana yang telah dikemukakan diatas
yang intinya; bahwa ayat tersebut turun setelah sempurnanya beliau menyertai
bulan Ramadhan dan dengan begitu, artinya masa stagnan antara dua wahyu
tersebut berlangsung selama sepuluh hari sebab beliau Shallallahu 'alaihi
wasallam tidak sempat lagi menyertai Ramadhan berikutnya setelah turunnya wahyu
pertama.
Ayat-ayat tersebut merupakan permulaan dari masa kerasulan (risalah) beliau
Shallallahu 'alaihi wasallam alias datang setelah masa kenabian (nubuwwah) yang
berjarak selama masa stagnan turunnya wahyu. Ayat-ayat tersebut mengandung dua
jenis taklif (pembebanan syara') beserta penjelasan konsekuensinya.
Jenis pertama adalah mentaklif beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dengan
penyampaian (al-Balagh) dan peringatan (at- Tahzir) saja. Hal ini sebagaimana
firman Allah Ta'ala: "bangunlah! Lalu berilah peringatan" (Surat
al-Muddatstsir:2); makna ayat ini adalah agar beliau memperingatkan manusia
akan azab Allah atas mereka jika mereka tidak bertaubat dari dosa, kesesatan,
beribadah kepada selain Allah Yang Maha Tinggi serta berbuat syirik kepadaNya
dalam zat, sifat-sifat, hak-hak dan perbuatan-perbuatan.
Jenis kedua adalah mentaklif beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dengan
penerapan perintah-perintah Allah Ta'ala terhadap zatNya dan komitmen
terhadapnya dalam jiwa beliau agar mendapatkan keridhaan Allah dan menjadi suri
teladan yang baik bagi orang yang beriman kepada Allah. Hal ini tercermin pada
ayat-ayat berikutnya. FirmanNya Ta'ala: "dan Rabb-mu
agungkanlah!"(al-Muddatstsir: 3); maknanya adalah khususkanlah Dia Ta'ala
dengan pengagungan dan janganlah menyekutukanNya dengan seseorangpun. Dan
firmanNya: "dan pakaianmu bersihkanlah!" (al-Muddatstsir:4); makna
lahiriyahnya adalah menyucikan/membersihkan pakaian dan jasad sebab tidaklah
layak bagi orang yang mengagungkan Allah dan menghadapNya dalam kondisi
dilumuri oleh najis dan kotor. Jika saja kesucian/kebersihan ini dituntut untuk
dilakukan maka kesucian/kebersihan diri dari virus-virus syirik, pekerjaan dan
akhlak yang hina tentunya lebih utama untuk dituntut. Dan firmanNya: "dan
perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah!" (al-Muddatstsir:5);
maknanya adalah jauhkanlah dari sebab-sebab turunnya kemurkaan Allah dan
azabNya, dan hal ini direalisasikan melalui komitmen untuk ta'at kepadaNya dan
meninggalkan maksiat. Sedangkan firmanNya: "dan janganlah kamu memberi
(dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak!" (al-Muddatstsir:
6); yakni janganlah kamu berbuat baik dengan menginginkan upah dari manusia
atasnya atau balasan yang lebih utama di dunia ini.
Adapun makna ayat terakhir (yang diturunkan saat itu kepada beliau-red);
didalamnya terdapat peringatan akan adanya gangguan dari kaumnya ketika beliau Shallallahu
'alaihi wasallam berbeda agama dengan mereka, mengajak mereka kepada Allah
semata dan memperingatkan mereka akan azab dan siksaanNya; yaitu dalam
firmanNya: "dan untuk memenuhi (perintah Rabb-mu) bersabarlah!"
(al-Muddatstsir: 7).
Permulaan ayat-ayat tersebut (surat al-Muddatstsir) berbicara tentang panggilan
langit nan agung -terekam dalam suara Yang Maha Besar dan Maha Tinggi- yang
mengajurkan agar Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam melakukan urusan yang mulia
ini dan memerintahkannya agar mengenyahkan tidur, selimut dan berhangat-hangat
guna menyongsong panggilan jihad, berjuang dan menempuh jalan penuh ranjau; ini
tergambar dalam firmanNya: "Hai orang yang berselimut! bangunlah! Lalu
berilah peringatan" (Surat al-Muddatstsir:2). Seakan-akan dikatakan
(kepada beliau Shallallahu 'alaihi wasallam ): sesungguhnya orang yang hanya
hidup untuk kepentingan dirinya saja, bisa saja hidup tenang dan nyaman
sedangkan engkau yang memikul beban yang besar ini; apa gunanya tidur bagimu?
Apa gunanya istirahat/refreshing bagimu? Apa gunanya permadani yang hangat
bagimu? Apa gunanya hidup yang tenang bagimu? Apa gunanya kesenangan yang
membuaikan bagimu? Bangunlah untuk melakukan urusan maha penting yang
menunggumu dan beban berat yang disediakan untukmu! Bangunlah untuk berjuang,
bergiat-giat, bekerja keras dan berletih-letih! Bangunlah! Karena waktu tidur
dan istirahat sudah berlalu, dan tidak akan kembali lagi sejak hari ini; yang
ada hanyalah mata yang meronda secara kontinyu, jihad yang panjang dan melelahkan.
Bangunlah! Persiapkan diri menyambut urusan ini dan bersiagalah!.
Sungguh ini merupakan ucapan agung dan kharismatik yang (seakan) melucuti
beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dari kehangatan permadani di suatu rumah
yang nyaman dan pelukan yang suam untuk kemudian melemparkannya keluar menuju
samudera luas yang diselimuti oleh deru ombak dan hujan yang mengguyur, (dan
samudera) dimana terjadi tarik menarik yang membuat posisinya di hati manusia
dan realitas hidup sama saja.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah bangun dan tetap bangun setelah
perintah itu selama lebih dari dua puluh tahun; tidak pernah beristirahat dan
tidak pula hanya hidup untuk kepentingan dirinya dan keluarganya. Bangun dan
tetap bangun diatas pondasi dakwah kepada Allah, mengembankan di pundaknya
beban yang amat berat namun beliau tidak menganggapnya berat; beban amanah
kubro di muka bumi ini, beban manusia secara keseluruhan, beban 'aqidah secara
keseluruhan, beban perjuangan dan jihad di medan-medan yang berbeda. Beliau
hidup menghadapi pertempuran yang kontinyu selama lebih dari dua puluh tahun.
Selama tenggang waktu ini, tidak satupun hal yang dapat membuatnya lengah,
yaitu sejak beliau mendengar panggilan langit nan agung yang menyerahkan taklif
yang begitu dahsyat untuk diembannya… semoga Allah membalas jasa beliau
terhadap manusia secara keseluruhan dengan sebaik-baik imbalan. Amiin.
Sekilas ulasan tentang urutan kronologi turunnya wahyu
Sebelum beranjak ke penjelasan detail mengenai kehidupan di bawah naungan
risalah dan nubuwwah, kami melihat perlu kita mengetahui urutan kronologi
turunnya wahyu yang merupakan sumber risalah dan tinta dakwah. Ibnu al-Qayyim
berkata, ketika menyinggung urutan kronologi turunnya wahyu tersebut:
Pertama, berupa ar-Ru'ya ash-Shaadiqah (mimpi yang benar); ini merupakan
permulaan turunnya wahyu kepada beliau Shallallahu 'alaihi wasallam.
Kedua, berupa sesuatu yang ditimbulkan oleh malaikat terhadap rau' (hati yang
ketakutan, akal) dan hatinya tanpa dapat melihatnya; hal ini sebagaimana sabda
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam : "Sesungguhnya Ruhul Qudus (malaikat
Jibril 'alaihissalam) menghembuskan ke dalam hatiku (yang diliputi ketakutan)
bahwasanya jiwa tidak akan mati hingga disempurnakan rizki baginya. Oleh karena
itu, bertakwalah kalian kepada Allah, berindah-indahlah dalam meminta serta
janganlah keterlambatan rizki atas kalian mendorong kalian untuk memintanya
dengan cara melakukan perbuatan maksiat kepadaNya, karena sesungguhnya apa yang
ada disisi Allah tidak akan didapat kecuali dengan berbuat ta'at
kepadaNya".
Ketiga, berupa malaikat yang berwujud seorang laki-laki; lantas dia
mengajak beliau berbicara hingga mengingat dengan jelas apa yang dikatakan
kepadanya. Dalam urutan ini, terkadang para shahabat melihat malaikat tersebut.
Keempat, berupa bunyi gemerincing lonceng yang datang kepada beliau;
peristiwa ini merupakan pengalaman yang paling berat bagi beliau dimana
malaikat memakai cara ini hingga membuat keningnya mengerut bersimbah peluh.
Ini terjadi di hari yang amat dingin. Demikian pula, mengakibatkan onta beliau
duduk bersimpuh ke bumi bila beliau menungganginya. Dan pernah juga wahyu
datang seperti kondisi tersebut dan saat itu paha beliau ditaruh diatas paha
Zaid bin Tsabit yang seketika dirasakan olehnya (Zaid) demikian berat sehingga
hampir saja remuk.
Kelima, berupa malaikat dalam bentuk aslinya yang dilihat langsung oleh
beliau, lalu diwahyukan kepada beliau beberapa wahyu yang dikehendaki oleh
Allah; peristiwa seperti ini dialami oleh beliau sebanyak dua kali sebagaimana
disebutkan oleh Allah dalam surat an-Najm.
Keenam, berupa wahyu yang diwahyukan kepada beliau; yaitu saat beliau
berada diatas lelangit pada malam mi'raj, diantaranya ketika diwajibkannya
shalat dan lainnya.
Ketujuh, berupa Kalamullah kepada beliau (dariNya kepadanya) tanpa
perantaraan malaikat sebagaimana Allah berbicara kepada Musa bin 'Imran;
peristiwa seperti ini terjadi dan diabadikan secara qath'i berdasarkan nash
al-Qur'an. Sedangkan terhadap Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam terjadi dalam
hadits yang berbicara tentang Isra' .
Sebagian para ulama menambah urutannya menjadi delapan, yaitu; Allah berbicara
kepada beliau Shallallahu 'alaihi wasallam secara langsung tanpa hijab; ini
merupakan permasalahan yang diperdebatkan oleh ulama Salaf dan Khalaf.
Demikian, sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu al-Qayyim dengan sedikit
diringkas dalam penjelasan tentang urutan pertama dan kedelapan. Pendapat yang
benar, bahwa urutan terakhir ini (kedelapan) tidak tsabit (valid dan dipercaya
keabsahan riwayatnya-red).
Sumber : Kitab Ar-Rahiqul Makhtum
List Posting Sirah Nabawiyah :
Sumber : Kitab Ar-Rahiqul Makhtum
Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury
List Posting Sirah Nabawiyah :
- Posisi Bangsa Arab Dan Kaumnya
- Kekuasaan dan Imarah Di Kalangan Bangsa Arab
- Agama Bangsa Arab
- Gambaran Masyarakat Arab Jahiliyah
- Nasab dan Keluarga Besar Nabi
- Milad dan Empat Puluh Tahun Sebelum Kenabian
- Periode Mekkah
- Tahapan Pertama Berjihad Melalui Dakwah Kepada Allah
- Berdakwah Secara Terang-Terangan (Dakwah Jahriyyah)
- Pemboikotan Menyeluruh
- Delegasi Terakhir Quraisy Yang Mengunjungi Abu Thalib
- Kematian Abu Thalib
- Faktor Kesabaran dan Ketegaran Kaum Muslimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar